BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Makalah ini dibuat untuk menambah
pengetahuan tentang efek rumah kaca atau “green
house effect” yang sedang
terjadi saat ini. Banyak faktor atau penyebab yang membuat efek rumah kaca itu
sendiri terjadi. Masalah dunia ini belum bisa teratasi, belum ada solusi yang
efektif untuk menyelesaikannya. Mungkin sudah banyak penanggulangan yang sudah
dilakukan , akan tetapi belum terlalu terlihat hasilnya yang dapat kita
rasakan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah
pengertian efek rumah kaca ?
2.
Apa
penyebab dari efek rumah kaca ?
3.
Bagaimana
proses efek rumah kaca ?
4.
Apa
dampak dari efek rumah kaca ?
5.
Apa
usaha untuk mengurangi efek rumah kaca ?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk
mengetahui pengertian dari efek rumah kaca dan pengaruh rumah kaca .
2.
Untuk
mengetahui proses terjadinya efek rumah kaca dan dampak dari rumah kaca tersebut .
3.
Dan
agar dapat mengetahui usaha mengurangi efek rumah kaca .
D.
Metode Penelitian
Dalam penulisan
makalah ini, untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan, kami
mempergunakan berbagai sumber artikel di internet yang menurut kami dapat
mendukung penelitian ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Efek Rumah Kaca
Efek Rumah kaca dapat divisualisasikan sebagai sebuah proses. Pada
kenyataanya, di lapisan atmosfer terdapat selimut gas. Rumah kaca adalah
analogi atas bumi yang dikelilingi gelas kaca. Nah, panas matahari masuk ke
bumi dengan menembus gelas kaca tersebut berupa radiasi gelombang pendek.
Sebagian diserap oleh bumi dan sisanya dipantulkan kembali ke angkasa sebagai
radiasi gelombang panjang. Namun, panas yang seharusnya dapat dipantulkan
kembali ke angkasa menyentuh permukaan gelas kaca dan terperangkap di dalam
bumi. Layaknya proses dalam rumah kaca di pertanian dan perkebunan, gelas kaca
memang berfungsi menahan panas untuk menghangatkan rumah kaca.
Masalah timbul ketika aktivitas manusia menyebabkan peningkatan
konsentrasi selimut gas di atmosfer (Gas Rumah Kaca) sehingga melebihi
konsentrasi yang seharusnya. Maka, panas matahari yang tidak dapat dipantulkan
ke angkasa akan meningkat pula. Semua proses itulah yang disebut Efek Rumah
Kaca. Pemanasan global dan perubahan iklim merupakan dampak dari efek rumah
kaca.Efek rumah kaca, pertama kali ditemukan oleh Joseph Fourier pada 1824, merupakan
sebuah proses di mana atmosfer memanaskan sebuah planet. Mars, Venus, dan benda
langit beratmosfer lainnya (seperti satelit alami Saturnus, Titan) memiliki
efek rumah kaca.
Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda: efek
rumah kaca alami yang terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah kaca
ditingkatkan yang terjadi akibat aktivitas manusia (lihat juga pemanasan
global). Yang belakangan ini diterima oleh semua; yang pertama diterima
kebanyakan oleh ilmuwan, meskipun ada beberapa perbedaan pendapat.
Ketika radiasi matahari tampak maupun tidak tampak dipancarkan ke bumi,
10 energi radiasi matahari itu diserap oleh berbagai gas yang ada di atmosfer,
34% dipantulkan oleh awan dan permukaan bumi, 42% membuat bumi menjadi panas,
23% menguapkan air, dan hanya 0,023% dimanfaatkan tanaman untuk
perfotosintesis.
Malam hari permukaan bumi memantulkan energi dari matahari yang tidak
diubah menjadi bentuk energi lain seperti diubah menjadi karbohidrat oleh
tanaman dalam bentuk radiasi inframerah. Tetapi tidak semua radiasi panas
inframerah dari permukaan bumi tertahan oleh gas-gas yang ada di atmosfer.
Gas-gas yang ada di atmosfer menyerap energi panas pantulan dari bumi.
Dalam skala yang lebih kecil – hal yang sama juga terjadi di dalam rumah
kaca. Radiasi sinar matahari menembus kaca, lalu masuk ke dalam rumah kaca.
Pantulan dari benda dan permukaan di dalam rumah kaca adalah berupa sinar
inframerah dan tertahan atap kaca yang mengakibatkan udara di dalam rumah kaca
menjadi hangat walaupun udara di luar dingin. Efek memanaskan itulah yang
disebut efek rumah kaca atau ”green house effect”. Gas-gas yang
berfungsi bagaikan pada rumah kaca disebut gas rumah kaca atau ”green house
gases”.
B.
Pengaruh Rumah Kaca
Pengaruh rumah kaca
terbentuk dari interaksi antara atmosfer yang jumlahnya meningkat dengan
radiasi solar. Meskipun sinar matahari terdiri atas bermacam-macam panjang
gelombang, kebanyakan radiasi yang mencapai permukaan bumi terletak pada
kisaran sinar tampak. Hal ini disebabkan ozon yang terdapat secara normal di
atmosfer bagian atas, menyaring sebagian besar sinar ultraviolet. Uap air
atmosfer dan gas metana dari pembusukan – mengabsorpsikan sebagian besar
inframerah yang dapat dirasakan pada kulit kita sebagai panas. Kira-kira
sepertiga dari sinar yang mencapai permukaan bumi akan direfleksikan kembali ke
atmosfer.
Sebagian besar sisanya akan
diabsorpsikan oleh benda-benda lainnya. Sinar yang diabsorpsikan tersebut akan
diradiasikan kembali dalam bentuk radiasi inframerah dengan gelombang panjang
atau panas jika bumi menjadi dingin. Sinar dengan panjang gelombang lebih
tinggi tersebut akan diabsorpsikan oleh karbon dioksida atmosfer dan
membebaskan panas sehingga suhu atmosfer akan meningkat. Karbon dioksida
berfungsi sebagai filter satu arah, tetapi menghambat sinar dengan panjang
gelombang lebih untuk melaluinya dari arah yang berlawanan. Aktivitas filter
dari karbon dioksida mengakibatkan suhu atmosfer dan bumi akan meningkat.
Keadaan inilah yang disebut pengaruh rumah kaca.
Pengaruh karbon dioksida
yang dihasilkan dari pencemaran udara berbentuk gas yang salah satunya adalah
dari rumah kaca. Karbon dioksida mempunyai sifat menyerap sinar (panas)
matahari yaitu sinar inframerah – sehingga temperatur udara menjadi lebih
tinggi karenanya. Apabila kadar yang lebih ini merata di seluruh permukaan
bumi, temperatur udara rata-rata di seluruh permukaan bumi akan sedikit naik,
dan ini dapat mengakibatkan meleburnya es dan salju di kutub dan di
puncak-puncak pegunungan, sehingga permukaan air laut naik.
Iklim dan cuaca merupakan
faktor penentu utama bagi pertumbuhan dan produktifitas tanaman pangan. Sistem
produksi pertanian dunia saat ini mendasarkan pada kebutuhan akan tanaman
setahun, kecuali beberapa tanaman seperti pisang, kelapa, buah-buahan, anggur,
kacang-kacangan, beberapa sayuran seperti asparagus, rhubarb, dan lain-lain.
Tanaman-tanaman tersebut dikembangbiakan dalam kondisi pertanaman tertentu.
Produktifitas pertanian
berubah-ubah secara nyata dari tahun ke tahun. Perubahan drastis cuaca, lebih
berpengaruh terhadap pertanian dibanding perubahan rata-rata. Tanaman dan
ternak sangat peka terhadap perubahan cuaca yang sifatnya sementara dan
drastis. Perbedaan cuaca antar tahun lebih berpengaruh dibanding dengan
perubahan iklim yang diproyeksikan. Dan tak terdapat bukti bahwa perubahan
iklim akan mempengaruhi perubahan cuaca tahunan.
Petani selalu berhadapan
dengan perubahan iklim. Besaran perbedaan antar tahun telah melampaui prakiraan
perubahan iklim. Fluktuasi iklim tahunan, dalam beberapa urutan besaran lebih
tinggi dibanding dengan besar prediksi perubahan pelan-pelan iklim yang
diajukan para ahli ekologi. Hal ini digambarkan pada Musim panas daerah
pertanian Jagung Amerika serikat, antara tahun 1988 (kering dan panas) dan 1992
(basah dan dingin). Suhu selama Juli dan Agustus berbeda 80F dalam dua tahun
dibeberapa negara bagian. Hal paling kritis yang belum diketahui adalah pola
frekuensi kemarau. Kemarau terjadi dibeberapa tempat didunia setiap tahun.
Kemarau tahunan juga lumrah terjadi di area pertanian India, China, Rusia dan
beberapa negara Afrika.
Variabel menonjol yang
diperkirakan akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produktivitas
tanaman pangan akibat terjadinya peningkatan kadar CO2 adalah bumi yang
memanas. Berdasarkan pengamatan obyektif di lapangan, diperkirakan akan lebih
rendah dibanding permodelan iklim yang lemah dan kasar menggunakan komputer.
Berdasarkan permodelan komputer, muka bumi rata-rata akan memanas sebesar
1,5-4,5
jika kadar CO2 meningkat duakali. Secara keseluruhan
iklim akan memanas 3 kali 1,5
pada akhir abad nanti, dan pemanasaan terbesar
terjadi dikutub, dan lebih rendah dikhatulistiwa.


Kedua, kenaikan suhu dapat
diperkirakan dan akan berpengaruh terhadap pola hujan. Untuk kebanyakan tanaman
pangan dan serat dan beberapa spesies lain perubahan dalam ketersediaan air
memiliki akibat yang lebih besar dibanding kenaikan suhu. Permodelan iklim
secara regional telah dimodelkan dalam tingkat yang lebih kurang meyakinkan
dibanding model untuk iklim global.
Perubahan yang
diperkirakan, jika terjadi dalam pola hujan dan suhu dengan kadar CO2 yang
tinggi akan menguntungkan produksi tanaman pangan beririgasi. Pertambahan areal
pertanian beririgasi di Amerika terjadi di delta misisipi dan dataran utara.
Hal serupa terjadi di India, China dan Rusia bagian selatan. Di USA, area tanam
jagung dan gandum musim dingin akan bergeser ke utara dan akan digantikan
sorgum dan padi-padian.
Ketiga, pemanasan global
mempengaruhi variabel yang berpengaruh terhadap produktifitas pertanian. Hal
ini akan sangat penting bagi pertanian yang terkait zona suhu, baik bagi
pertambahan maupun intensitas masa tanam atau satuan tingkat pertumbuhan.
Perhatian petani akan tertuju pada perbedaan musiman dan antar tahun pada curah
hujan, salju, lama musim tanam, dan beda suhu dalam hari-hari yang berpengaruh
pada tahap pertumbuhan. Stabilitas dan keandalan produksi adalah sama
pentingnya dengan besaran jumlah produksi itu sendiri.
Keprihatinan akan perubahan
iklim dimasa depan dan perubahan yang lebih besar lagi akan diimbangi dengan
penelitian mengenai manfaat peningkatan CO2 bagi fotosintesis dan berkurangnya
kebutuhan tanaman akan air, dan tetap meningkatnya hasil. Selama 70 tahuan,
perubahan cuaca, mencerminkan bahwa hasil tanam di USA, Rusia, India, China,
Argentina, Canada dan Australia, memungkinkan negara dengan cuaca baik dapat
menjaga keamanan pangan negara dari cuaca yang buruk. Kekeringan secara
menyeluruh di dunia hampir tak pernah terjadi saat ini.
Walau ada kepastian bahwa
pertanian dunia dapat mengantisipasi perubahan iklim, perubahan itu akan
menambah masalah yang harus ditangani dalam dasa warsa kedepan. Masalah lain
adalah Kelangkaan air dan kualitas air, tanah yang menjadi gersang, pengadaan
energi dari bahan bakar fosil serta kelangsungan praktek pertanian yang
sekarang ada. Beberapa praktek yang membahayakan kesehatan manusia dan
kelestarian lingkungan harus diubah bersamaan dengan tingkat produksi yang aman
dan dapat diandalkan juga harus terus ditingkatkan. Prakiraan terjadinya
perubahan iklim membuat penelitian pertanian yang komprehensif menjadi sangat
penting dalam menghadapi perubahan itu secara efektif.
Penelitian mengenai
perubahan iklim, akan melengkapi usaha peningkatan produktivitas tanaman, yang
dipengaruhi oleh tekanan lingkungan, yang kini tengah dilakukan melalui
rekayasa genetik, perlakuan kimiawi dan pola pengolahan. Ini akan memberi dua
manfaat sekaligus, baik sebagai pelindung mengahadapi perubahan jangka pendek
lingkungan, seperti kemarau dan juga membantu menghadapi perubahan iklim dalam
jangka panjang, dan untuk mengkapitalisasi sumberdaya hayati bagi peningkatan
produksi.
Pandangan yang berbeda
mengenai pemanasan global yang memiliki bobot ilmiah yang baik muncul,
mendukung penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, sekarang telah
disimpulkan oleh beberapa ilmuwan bahwa model prakiraan iklim yang dibuat
merupakan penyederhanaan yang sangat simplistis dari proses atmosfir dan lautan
yang sangat kompleks. Dan tak dapat dibuktikan bahwa pengeluaran gas rumah kaca
akan berpengaruh signifikan terhadap iklim dunia, sebab-sebab pemanasan global
juga lebih tidak dapat lagi dipastikan.
Penelitian mengenai manfaat
pengayaan CO2 dimulai abad lalu. Awal 1888, manfaat pemupukan dengan CO2 telah
dilakukan pada tanaman di dalam rumah kaca di Jerman, dan beberapa tahun
kemudian di Inggris, serta 80 tahun yang lalu di USA. Hasil yang menguntungkan
pertama kali dilaporkan terjadi pada tanaman pangan seperti letuce, tomat,
mentimun, dan kemudian bunga dan tanaman hias.
Banyak catatan dan
pernyataan yang disusun mengenai pertumbuhan tanaman yang berada dalam
lingkungan yang dikontrol dan diberi pengayaan CO2. Wittwer dan Robb membuat
catatan menyeluruh mengenai data-data sebelumnya dan ditambah hasil
penelitiannya sendiri bahwa tanaman tomat mencapai usia dewasa dan hasil
produksi yang menguntungkan dalam rumah kaca yang diperkaya CO2. Sementara
Strain dan Cure menyusun Bibliographi literature mengenai pengayaan CO2 dan
efeknya terhadap lingkungan dan tanaman yang lengkap. Kimball dkk. pada tahun
1983, 1985 dan 1996 mengumpulkan 770 penelitian mengenai hasil tanaman dalam
rumah kaca dengan pengayaan CO2, dan terbukti hasil tanaman tersebut meningkat
32%.
Hanya sedikit keraguan
bahwa kadar CO2 dalam atmosfir adalah kurang optimal bagi fototosintesis ketika
faktor lain yang berpengaruh terhadap tanaman (cahaya, air, suhu dan unsur
hara) mencukupi. Fotosintesa Netto adalah jumlah fotosintesa brutto minus
fotorespirasi, dan fotorespirasi setidaknya memiliki besaran mengubah 50%
karbohidrat hasil fotosintesa kembali menjadi CO2, dengan peningkatan CO2
fotorespirasi diperkirakan akan menurun. Peningkatan Biomassa terbukti terjadi
ketika dilakukan pengayaan CO2. Ini tak selalu muncul dari fotosintesa netto.
Kadar CO2 yang tinggi memicu penggunaan air yang efisian dalam tanaman C4
seperti jagung. Peningkatan efisiensi air ini merangsang pertumbuhan tanaman.
Dampak langsung yang dapat
dijejaki dari peningkatan CO2 adalah peningkatan tingkat fotosintesa daun dan
kanopi. Peningkatan fotosintesis akan meningkat sampai kadar CO2 mendekati 1000
ppm. Hasil paling pasti adalah tanaman tumbuh cepat dan lebih besar. Ada
perbedaan antara spesies. Spesies C3 lebih peka terhadap peningkatan kadar CO2
dibanding C4. Terjadi juga pertambahan luas dan tebal daun, berat per luas,
tinggi tunas, percabangan, bibit dan jumlah dan berat buah. Ukuran Tubuh
meningkat seiring rasio akar-batang. Rasio C:N bertambah. Lebih dari itu semua
hasil panen meningkat. Terutama pada Kentang, Ubi Jalar, Kedelai. Dengan
meningkatnya kadar CO2 menjadi dua kali sekarang secara global, hasil pertanian
diperkirakan akan meningkat sampai 32% dari sekarang. Perkiraan sementara saat
ini sekitar 5%-10% dari kenaikan produksi pertanian adalah akibat kenaikan
kadar CO2. Manfaat pengayaan CO2 terhadap pertumbuhan dan produktifitas tanaman
saat ini telah dikenal telah dikenal luas. Banyak pengujian yang dilakukan
dalam lingkungan terkontrol secara penuh atau sebagian, terhadap beberapa
tanaman komersial (padi, Jagung, gandum, kedelai, kapas, kentang, tomat, ubi
jalar, dan beberapa tanaman hutan), yang membuktikannya.
Kebutuhan utama tanaman
yang lainnya adalah air, baik secara kualitas maupun kuantitas. Air kini telah
menjadi permasalahan penting bagi lima negara dengan jumlah penduduk terbesar
di dunia (China, India, USA, Sovyet, Indonesia). Juga tentu dinegara-negara
temur tengah, afrika utara dan sub sahara. Satu faktor penting yang berpengaruh
terhadap produksi tanaman namun masih merupakan misteri adalah pola musim
kering yang terjadi. Kekeringan adalah hal yang paling ditakuti oleh para
petani diberbagai negara produsen pangan. Kebutuhan akan air menjadi semakin
penting dan kritis, di USA, 80–85 % konsumsi air bersih adalah untuk pertanian.
Sepertiga persediaan tanaman pangan sekarang tumbuh padi 18% lahan beririgasi.
Aspek penting dari
peningkatan kadar CO2 dalam atmosfir adalah kecenderungan tanaman untuk menutup
sebagian dari stomata pada daunnya. Dengan tertutupnya stomata ini penguapan
air akan menjadi perkurang, dan dengan itu berarti efisiensi penggunaan air
meningkat. Kekurangan air adalah faktor pembatas utama dari produktifitas
tanaman. Bukti yang selama ini dikumpulkan menunjukan bahwa peningkatan CO2 di
atmosfir meningkatkan efisiensi penggunaan air. Hal ini adalah penemuan yang
penting bagi bidang pertanian dan juga bagi ekologi. Implikasi dari hal itu
bermacam-macam, salah satunya adalah peningkatan daya tahan terhadap kekeringan
dan berkurangnya kebutuhan air untuk pertanian.
Efek langsung dari kadar
CO2 dalam atmosfir terhadap fotosintesis tanaman C4 adalah meningkatkan
efisiensi air dalam fotosintesa. Dan pada tanaman C4 dan C3 mengurangi
membukanya stomata, hal ini ditunjukan oleh Roger et al. pada tanaman kedelai.
Tanaman dengan cara fotosintesa C3 mendapat keuntungan dengan 3 cara. Pertama
meluasnya ukuran daun, kedua peningkatan tingkat fotosintesis perunit luas
daun, dan terakhir efisiensi penggunaan air.
Perubahan yang telah
diperkirakan mengenai penguapan dan suhu akibat efek rumah kaca dan pemanasan
global sepertinya akan menguntungkan lahan pertanian beririgasi. Di USA, luas
areal pertanian beririgasi akan meluas sampai dataran utara dan delta
Missisipi, hal ini juga berlaku untuk Cina, India dan negara lain. Dimana
lingkungan lebih lembab dan diperuntukkan untuk tanaman biji-bijian dan
kacang-kacangan. Kecenderungan ini telah terjadi di USA, China, dan India.
Jagung dan Gandum kini bergeser mendekati daerah yang dingin dan lebih lembab.
Produksi Sorgum dan padi-padian akan menggeser posisi areal gandum dan jagung
tersebut. Diharapkan juga, dimasa mendatang model dari atmosfir dan iklim akan
lebih berkembang dan melengakapi dari apa yang sekarang telah dikembangkan,
sehingga sensitivitas tanaman terhadap perubahan iklim lebih dapat diketahui.
Banyak tanaman pangan mampu
beradaptasi terhadap perubahan iklim. Di bumi padi, ubikayu, ubijalar dan
jagung dapat tumbuh dimana saja kelembaban dan suhu sesuai. Jagung mampu tumbuh
di areal yang beraneka ragam kelembaban, suhu, dan ketinggian dibumi ini. Areal
produksinya di USA telah meluas ke utara sampai 800 km selam lima puluh tahun
ini. Kedelai dan Kacang tanah dapat tumbuh di daerah tropik sampai lintang 450
LU dan 400 LS. Gandum musim dingin yang lebih produktif dari gandum musim semi
areal tanamnya telah meluas keutara sejauh 360 km. Ditambah dengan kemampuan
rekayasa genetik yang kita miliki perluasan areal tanam akan semakin mungkin
dan cepat terealisasi.
Diperkirakan penggandaan
kadar CO2 akan meningkatkan produktivitas tanaman di Amerika Utara, hal serupa
juga terjadi di Sovyet, Eropa dan propinsi bagian utara China. Tanaman
hortikultura dapat berkembang bebearapa musim diseluruh negara bagian USA.
Tanaman seperti Tebu dan Kapas semakin meluas areal tanamnya dengan
dimanfaatkannya mulsa dan pelindung plastik. Pemanasan global akan lebih
menguntungkan dibanding dengan kembalinya era es sebagaimana diprediksi
beberapa dekade yang lalu. Terlebih dimana produksi tanaman pangan terpusat di
Lintang 300 LU sampai 500 LS.
Perubahan iklim secara
drastis dan ekstrem sebagaimana yang selama ini dipublikasikan adalah hal yang
sangat berlebihan. Pemanasan secara perlahan mungkin menguntungkan, karena
memungkinkan penanaman tumbuhan tropis seperti mangga, pepaya, nanas dan pisang
, dinegara bagian selatan USA.
Sejak 1850, kadar CO2 dalam
atmosfir telah meningkat sebesar 25 % akibat pembakaran bahan bakar fosil dan
penggundulan hutan tak ada yang menentangnya. Kadar gas rumah kaca selain CO2
juga telah meningkat melebih prosentase CO2 dan dengan efek pemanas yang setara
CO2. Namun terdapat kontrovesi mengenai kapan pemanasan global pertama kali
muncul, juga terdapat kontroversi mengenai besaran perubahan suhu yang terjadi,
jika terjadi pada masa yang akan datang. Perkiraan yang ada berkisar antara
minus 1,50C sampai 60C. Prakiraan iklim dan cuaca regional dengan sebaran
variabel seperti awan, kelembaban, dan angin lebih tidak pasti lagi.
Efek langsung dari
meningkatnya CO2, berdampak positif terhadap tumbuhan, sebagaimana dibahas
diatas, namun bila terjadi kekeringan sebagaimana ramalan hasil permodelan
iklim yang sekarang, hasil pertanian tak dapat dipastikan. Namun secara garis
besar dampak yang terjadi masih dapat kita kendalikan. Tindakan dari petani,
ilmuwan dan kebijkan pemerintah lebih diperlukan dibandingkan dengan perubahan
pola hidup kita.
Prakiraan pengaruh CO2
terhadap iklim menimbulkan banyak spekulasi, dan beberapa riset telah dimulai
untuk meneliti dampaknya terhadap hubungan hama dan tanaman dan strategi
perlindungan tanaman. Gulma, Serangga, nematoda dan wabah berdampak sangat
merugikan bagi pertanian. Perubahan Iklim yang mungkin akan berdampak pada
hubungan tumbuhan – hasil panen – hama, dan ekosistem lain. Peningkatan
kandungan karbohidrat dan akumulasi nitrogen akan berpengaruh terhadap pola
makan serangga, ini telah ditunjukan dalam beberapa eksperimen. Pengendalian
hama memasuki era baru, dengan pengintegrasian penanganan hama.
C.
Proses Terjadinya Efek Rumah Kaca
Proses terjadinya efek
rumah kaca ini berkaitan dengan daur aliran panas matahari. Kurang lebih 30%
radiasi matahari yang mencapai tanah dipantulkan kembali ke angkasa dan diserap
oleh uap, gas karbon dioksida, nitrogen, oksigen, dan gas-gas lain di atmosfer.
Sisanya yang 70% diserap oleh tanah, laut, dan awan. Pada malam hari tanah dan
badan air itu relatif lebih hangat daripada udara di atasnya. Energi yang
terserap diradiasikan kembali ke atmosfer sebagai radiasi inframerah, gelombang
panjang atau radiasi energi panas. Sebagian besar radiasi inframerah ini akan
tertahan oleh karbon dioksida dan uap air di atmosfer. Hanya sebagian kecil
akan lepas ke angkasa luar. Akibat keseluruhannya adalah bahwa permukaan bumi
dihangatkan oleh adanya molekul uap air, karbon dioksida, dan semacamnya. Efek
penghangatan ini dikenal sebagai efek rumah kaca.
Sedangkan proses secara
singkatnya yaitu ketika sinar radiasi matahari menembus kaca sebagai gelombang
pendek sehingga panasnya diserapa oleh bumi dan tanaman yang ada di dalam rumah
kaca tersebut. Untuk selanjutnya, panas tersebut di radiasikan kembali namun
dengan panjang gelombang yang panjang(panjang geklombang berbanding dengan
energi) sehingga sinar radiasi tersebut tidak dapat menembus kaca. Akibatnya,
suhu di dalam rumah kaca lebih tinggi dibandingkan dengan suhu yang di luar
rumah kaca.

Peningkatan dari kadar CO2 di atmosfir menimbulkan masalah-masalah
penting yang disebabkan oleh alasan-alasan berikut ini. Karbon dioksida
memiliki sifat memperbolehkan cahaya sinar tampak untuk lewat melaluinya tetapi
menyerap sinar infra merah. Agar bumi dapat mempertahankan temperatur
rata-rata, bumi harus melepaskan energi setara dengan energi yang diterima.
Energi diperoleh dari matahari yang sebagian besar dalam bentuk cahaya sinar
tampak. Oleh karena CO2 di atmosfer memperbolehkan sinar tampak untuk lewat,
energi lewat sampai ke permukaan bumi. Tetapi energi yang kemudian dilepaskan
(dipancarkan) oleh permukaan bumi sebagian besar berada dalam bentuk infra
merah, bukan cahaya sinar tampak, yang oleh karenanya disearap oleh atmosfer
CO2. Sekali molekul CO2 menyerap energi dari sinar infra merah, energi ini
tidak disimpan melainkan dilepaskan kembali ke segala arah, memancarkan balik
ke permukaan bumi. Sebagai konsekuensinya, atmosfer CO2 tidak menghambat energi
matahari untuk mencapai bumi, tetapi menghambat sebagian energi untuk kembali
ke ruang angkasa.
D.
Dampak Rumah Kaca
1.
Dampak positif
Global warming adalah suatu peristiwa yang disebabkan meningkatnya efek rumah kaca (green
house effect). Sebenarnya efek rumah kaca bukanlah suatu hal yang buruk,
justru dengan adanya efek rumah kaca bumi kita bisa tetap hangat, bahkan
memungkinkan kita bisa survive hingga sekarang.
Kamu bisa mengibaratkan bumi
kita seperti mobil yang sedang diparkir dalam cuaca yang cerah. Kamu pasti akan
berpikir bahwa temperature di dalam mobil pasti akan lebih panas dibandingkan
temperature di luar mobil. Sinar matahari memasuki mobil tersebut melalui
celah-celah pada kaca jendela dan secara otomatis panas dari sinar matahari
akan diserap oleh jok, karpet, dashboard serta benda-benda lain yang berada di
dalam mobil. Ketika semua objek tersebut melepaskan kembali panas yang
diserapnya, tidak semua panas tersebut akan bisa keluar melalui celah jendela,
sebagian justru akan dipantulkan kembali- panas tersebut akan diradiasikan
kembali oleh benda-benda yang ada di dalam mobil dengan panjang gelombang yang
berbeda-beda. Sehingga sejumlah energy panas akan tetap tinggal di dalam mobil,
dan hanya sebagian kecil dari energy tersebut yang bisa melepaskan diri. Pada
akhirnya, mobil tersebut akan mengalami peningkatan temperature secara berkala,
semakin lama akan semakin panas.
Ketika cahaya matahari
mengenai atmosfer serta permukaan bumi, sekitar 70% dari energi tersebut tetap
tinggal di bumi, diserap oleh tanah, lautan, tumbuhan serta benda-benda
lainnya. 30 % sisanya dipantulkan kembali melalui awan, hujan serta permukaan
reflektif lainnya. Tetapi panas yang 70 % tersebut tidak selamanya ada di bumu,
karena bila demikian maka suatu saat bumi kita akan menjadi “bola api”).
Benda-benda di sekitar planet yang menyerap cahaya matahari seringkali
meradiasikan kembali panas yang diserapnya. Sebagian panas tersebut masuk ke
ruang angkasa, tinggal di sana dan akan dipantulkan kembali ke bawah permukaan
bumi ketika mengenai zat yang berada di atmosfer, seperti karbon dioksida, gas
metana dan uap air. Panas tersebut yang membuat permukaan bumi tetap hangat
dari pada di luar angkasa, karena energy lebih banyak yang terserap
dibandingkan dengan yang dipantulkan kembali. Itulah peristiwa yang disebut
dengan efek rumah kaca (green house effect).
2.
Dampak
negatif
Meningkatnya suhu permukaan
bumi akan mengakibatkan adanya perubahan iklim yang sangat ekstrem di bumi. Hal
ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan dan ekosistem lainnya, sehingga
mengurangi kemampuannya untuk menyerap karbon dioksida di atmosfer. Pemanasan
global mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es di daerah kutub yang dapat
menimbulkan naiknya permukaan air laut. Efek rumah kaca juga akan mengakibatkan
meningkatnya suhu air laut sehingga air laut mengembang dan terjadi kenaikan
permukaan laut yang mengakibatkan negara Kepulauan akan mendapatkan pengaruh yang
sangat besar.
Menurut perkiraan, efek
rumah kaca telah meningkatkan suhu bumi rata-rata 1-5°C. Bila kecenderungan
peningkatan gas rumah kaca tetap seperti sekarang akan menyebabkan peningkatan
pemanasan global antara 1,5-4,5°C sekitar tahun 2030. Dengan meningkatnya
konsentrasi gas CO2 di atmosfer, maka akan semakin banyak gelombang
panas yang dipantulkan dari permukaan bumi diserap atmosfer. Hal ini akan
mengakibatkan suhu permukaan bumi menjadi meningkat.
Efek rumah kaca disebabkan
karena naiknya konsentrasi gas karbondioksida (CO2) dan gas-gas
lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan
oleh kenaikan pembakaran bahan bakar minyak (BBM), batu bara dan bahan bakar
organik lainnya yang melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk
mengabsorpsinya. Energi yang masuk ke bumi mengalami: 25% dipantulkan oleh awan
atau partikel lain di atmosfer 25% diserap awan 45% diabsorpsi permukaan bumi
5% dipantulkan kembali oleh permukaan bumi.
Energi yang diabsorpsi
dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi infra merah oleh awan dan permukaan
bumi. Namun sebagian besar infra merah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan
dan gas CO2 dan gas lainnya, untuk dikembalikan ke permukaan bumi.
Dalam keadaan normal, efek rumah kaca diperlukan, dengan adanya efek rumah kaca
perbedaan suhu antara siang dan malam di bumi tidak terlalu jauh berbeda.
Selain gas CO2,
yang dapat menimbulkan efek rumah kaca adalah sulfur dioksida (SO2),
nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2) serta beberapa
senyawa organik seperti gas metana (CH4) dan khloro fluoro karbon
(CFC). Gas-gas tersebut memegang peranan penting dalam meningkatkan efek rumah
kaca.
E.
Usaha Mengurangi Efek Rumah
Kaca
Banyak hal gampang yang
bisa kita lakukan untuk mengurangi efek rumah kaca yang menyebabkan pemanasan
global. Caranya, kita bisa mematikan lampu dan peralatan elektronik saat tidak
digunakan. Selain hemat energi dan uang untuk bayar listrik, juga mengurangi
polusi karena penggunaan bahan bakar. Rajin-rajin memanggil tukang servis AC.
Carpooling atau berangkat bareng teman atau keluarga ke sekolah, tempat les,
atau mal. Selain mengurangi kemacetan, kita juga menghemat energi. Saat
mencetak tugas, usahakan memakai dua sisi kertas. Plastik adalah bahan yang
sulit untuk diuraikan. Kalau dibakar, plastik akan menjadi zat racun atau
polusi. Pemakaian kantong plastik saat belanja harus dikurangi. Seluruh plastik
itu hanya menjadi sampah. Coba deh pakai tas karton atau tas kanvas.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Efek rumah kaca menyebabkan
kenaikan suhu bumi – sehingga mempengaruhi iklim secara global.
2.
Namun demikian, efek rumah kaca
juga berdampak positif, seperti tetap berlangsungnya kegiatan pertanian pada
musim dingin oleh orang-orang Eropa.
3.
Efek rumah kaca menimbulkan
dampak-dampak negatif lainnya yang menyebabkan kerugian pada manusia dan
makhluk hidup lainnya.
B.
Saran
1.
Penggunaan emisi gas karbon
dioksida, mobil-mobil yang boros bahan bakar sebaiknya lebih diefisienkan.
2.
Mengganti bahan bakar minyak
dengan tenaga tata surya yang ramah lingkungan.
3.
Penghijauan kembali hutan-hutan
yang sudah ditebang untuk mengurangi kadar karbon dioksida.
4.
Penganekaragaman bahan bakar
minyak, gas, tenaga listrik, bahkan tenaga tata surya.
5.
Bagi negara-negara berkembang
seperti Indonesia sebaiknya melakukan pemeliharaan kendaraan emisi gas karbon
dioksida atau dengan kata lain melaksanakan program Langit Biru untuk
mengurangi kadar polusi udara yang sudah di ambang batas – terutama di
kota-kota besar seperti Jakarta.
6.
Efek rumah kaca yang tidak
terkendali dapat menyebabkan perubahan ekologi yang sulit ditebak, seperti perubahan
suhu dan pola hutan yang mengurangi produktivitas pertanian.
7.
Kerugian Indonesia di bidang
pertanian karena perubahan iklim yang disebabkan oleh dampak efek rumah kaca
diperkirakan sangat besar. ANGLAS (Asian Least Gost Greenhouse Gas Abatement
Strategy) memaparkan bahwa efek rumah kaca mengakibatkan antara lain: naiknya
permukaan air laut, krisis air bersih, meningkatnya frekuensi penyakit yang
ditularkan oleh nyamuk, rusaknya infrastruktur daerah tepi pantai, dan
menurunnya produksi pertanian.
Daftar Pustaka
http://www.scribd.com/doc/22182806/Makalah-Efek-Rumah_Kaca
http://id.wikipedia.org/wiki/Efek_Rumah_Kaca
Tidak ada komentar:
Posting Komentar